Saturday, 25 May 2013

Arthur Friedenrich, Sang Legend yang terlupakan

Berawal dari ketika Saya melihat tayangan di History Channel mengenai sosok Arthur Friedenrich, Saya tertarik untuk menulisnya disini. Mungkin banyak orang yang tidak mengenal siapa Arthur Friedenrich. Dari berbagai sumber yang saya peroleh akhirnya saya dapat menulis di blog Saya.

Arthur Friedenreich lahir di São Paulo pada 18 Juli 1892. Ayahnya Oscar Friedenrich yang berasal dari Jerman dan ibunya Mathilde yang keturunan Afrika-BrasilKarirnya dimulai pada tahun 1909 ketika ia bergabung SC Germania, sebuah klub di Brasil yang bermaterikan imigran dari Jerman. Pada tahun 1912 bergabung dengan klub Mackenzie College. 16 gol Ia cetak untuk Mackenzie di kejuaraan Wilayah São Paulo, Hal itu membuatnya menjadi pencetak gol terbanyak di musim 1912, dan  menyebabkan Ia dipanggil untuk tim nasional.

Sir Alex dan Manajemen Kehidupan

Kemarin Saya membaca sebuah artikel menarik tentang Sir Alex Ferguson, pelatih yang memutuskan pensiun di akhir musim 2013 ini adalah merupakan salah satu pelatih terbaik dan tersukses dalam jagad sepak bola dunia. Artikel itu ditulis pada tanggal 9 Mei 2013 oleh Yudie Oktav Wartawan olahraga, pernah meliput World Cup 2002, Euro 2004, final Liga Champions 2006 dan 2007, final FA Cup 2007, Communiy Shield, serta berbagai event olahraga dan pertandingan di liga-liga top dunia. Dan Saya memutuskan untuk menambahkannya ke dalam Blog Saya ini sebagai koleksi sekaligus referensi bagi semuannya khususnya saya. 

SELAMAT MENIKMATI....


Fakta sederhana dalam setiap tahap kehidupan adalah selalu ada pengingat dari orang-orang yang membantu, membimbing, dan mencintai Anda. Sebagai kalimat pertama dalam buku Managing My Life, My Autobiografi, Sir Alexander Chapman Ferguson membuka catatan biografi dengan mengingatkan bahwa hidup tidak bisa lepas dari orang-orang dekat yang turut mewarnai perjalanan detik demi detik.


Alex beruntung dibesarkan oleh ayah dan ibu yang sangat mencintainya dan saling mendukung dalam mendidik dirinya dan sang adik, Martin. Masa kecil Alex juga dipengaruhi oleh pasangan adik ayah, Isobel, dan suaminya Sony. Alex dan Martin bahkan merasa banyak berutang kepada Sony. Sang paman merupakan seorang guru dan semasa sekolah ia mengajari secara privat di waktu luang untuk meningkatkan mengasah kercerdasan Alex dan Martin.

Pada 1995, Alex Ferguson bersama istrinya, Cathy, pergi ke Kanada untuk mengunjungi Isobel dan Sony, yang saat itu tinggal di sana, karena Alex merasa saat ditelepon pamannya terdengar tidak dalam kondisi sehat. Tidak ada alasan bagi Alex untuk tidak segera mengunjungi sang paman. Dalam kunjungannya itu Alex sempat meminta izin kepada Sony untuk memuat puisi Sony dalam buku biografinya. Puisi tersebut dibuat saat Liz, ibunya Alex meninggal:

Friday, 24 May 2013

ANTONIN PANENKA : PUJANGGA DARI PRAHA

Malam itu kota Praha dua orang laki - laki berhadap - hadapan di Stadion FK Crvena Zvezda. Tak kurang dari 30.000 pasang mata menatap mereka. Dua orang laki-laki itu adalah Sepp Maier dan Antonin Panenk. Dua orang ini sedang mempertaruhkan nasib negaranya, Jerman Barat da Cekoslovakia.

Sepp Maier yang berdiri di bawah mistar gawang, menjadi tumpuan Jerman Barat untuk mencatat rekor dalam sepak bola Eropa. Jerman Barat berstatus sebagai juara bertahan di ajang Euro 1976. Pada penyelenggaraan sebelumnya tahun 1972 mereka keluar sebagai pemenang. Jika mampu memngangkat trofi Henry Delauney sekali lagi, maka Jerman Barat akan menjadi negara pertama yang mampu mejuarai Piala Eropa dua edisi berturut-turut.

Antonin Panenka berdiri di pinggir kotak pinalti. Ia menjadi penendang terakhir Cekoslovakia dalam adu pinalti di partai puncak Piala Eropa 1976. Sebagai penendang terakhir, Panenka mempunyai beban lebih, apalagi timnya dipaksa melewati babak adu pinalti setelah Jerman Barat berhasil mengejar ketinggalan dua gol di waktu normal. Namun ia sedikit diuntungkan dengan gagalnya Uli Hoeness menjalankan tugasnya sebagai penendang pinalti Jerman Barat. Panenka mengambil ancang-ancang mundur ke belakang. Di titik putih si kulit bundar diam menanti sepakan kakinya. Lawan duelnya malam itu, Sepp Maier memperhatikan tiap langkah Panenka dengan seksama.

Saturday, 18 May 2013

SEPAKBOLA ADALAH KULTUR


Ketika datang ke Real Madrid setelah mengasuh Inter Milan dan Chelsea, Jose Mourinho sadar di mana dia berada. Bersama klub Spanyol itu,dia tidak serta merta mengaplikasikan strategi yang terbukti sukses bersama Chelsea di Inggris dan Inter di Italia.

Mourinho tahu artinya adaptasi.”Aspek kultur dalam sepak bola sangat penting,”tutur Mourinho dalam wawancara dengan El Pais. ”Tidak mungkin bagi seorang pelatih datang ke sebuah negara, lantas berkata,’ini sistem saya,mari bermain sesuai filosofi saya’,”imbuh Mourinho. Seperti kata Mourinho, begitulah seharusnya sepak bola dimainkan. Tidak sekadar berlari dan menendang bola, tapi harus ada kultur yang mengakar kuat. Ketika turun di lapangan, pemain sudah tahu harus melakukan apa. Taktik dan strategi sudah tertempel alamiah dalam otak dan kaki. 

Gianluca Vialli dan Gabriele Marcotti dalam bukunya The Italian Job,punya analogi menarik soal kultur sepak bola Italia dan Inggris. Analoginya pada petinju amatir yang akan menekuni jalur profesional. Petinju A, selalu agresif. Di atas ring bukan sekadar menahan pukulan lawan, tapi selalu menyerbu ke mana pun lawan bergerak. Dia fighter sejati.Sarung tangan selalu melebar, siap melepaskan pukulan setiap saat. Petinju B, tampak lebih sering menggunakan sarung tinju untuk menutup muka. 

PAOLO MALDINI VS CURVA SUD MILANO ???


Mei 2009, laga terakhir  Sang bandiera Paolo Maldini di San Siro. Ada sekitar  70.000 milanisti hadir untuk  melepas pahlawan mereka. Hari itu hampir setiap fans memegang syal mereka masing-masing untuk merayakan akhir karir yang luar biasa dari Sang Kapten. Bahkan pemain AS Roma, lawan Milan saat itu memasuki lapangan dengan mengenakan kaos bertuliskan “GRAZIE PAOLO”. Saat pemain berbaris untuk berfoto, Paolo memberi salam kepada keluarganya yang hadir di tribun. Suasana samgat emosional waktu itu, sejenak Paolo melirik ke arah Andrea Pirlo yang mulai menitikkan air matanya. Paolo berkata pelan kepadanya, “Teman, ayolah jangan menangis sekarang!!”. Memang saat itu belum saatnya untuk bersedih, laga lawan AS Roma harus dimenangkan agar Milan bisa lolos ke zona Champions League. Secara umum ini adalah sebuah laga penting buat Milan. Tapi, justru di saat momen magis dan penting inilah, Curva Sud  Milano fans paling fanatik dan loyal Milan memutuskan untuk bersikap berbeda. Pada laga itu CsM memasang sebuah banner besar dengan kalimat yang sangat kontroversial dan menohok.

Banner  CsM : “GRAZIE KAPTEN, DI LAPANGAN  KAMU SANG JUARA TAPI KAMU KURANG MENGHORMATI ORANG-ORANG YANG MEMBUATMU KAYA RAYA”. Yang dimaksud CsM tentu adalah mereka merasa bahwa Paolo Maldini kurang menghormati para ultras. Sebagian keecil fans menodai perayaan sebuah akhir karir fenomenal. salah satu duta terhebat sepakbola, teladan fair play.